Isu mengenai harga rokok yang semakin meninggi di pertengahan tahun ramai dibicarakan oleh para pelaku industri rokok ataupun perokok di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, akhirnya isu tersebut berubah menjadi kenyataan ketika Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani membenarkan hal tersebut pada Oktober 2019.
Kebijakan mengenai kenaikan cukai dan batasan harga rokok tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019. PMK 152/2019 mengatur tentang besaran tarif cukai dan harga banderol minimum menurut jenisnya. Berdasarkan aturan tersebut, rata-rata cukai naik sebesar 23 persen. Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan Keuangan, Nufransa Wira Sakti membenarkan peraturan tersebut. Ia menegaskan jika kenaikan tarif tersebut akan berlaku mulai awal tahun 2020.
Walaupun aturan tersebut baru berlaku pada Januari 2020, kenaikan harga rokok sudah dapat dirasakan oleh masyarakat menjelang akhir tahun. Pada awalnya, banyak yang mengeluhkan kenaikan tersebut. Berdasarkan informasi yang diambil dari CNN Indonesia, disebutkan jika salah satu narasumbernya yang bernama Dian (36 tahun) mengeluhkan harga rokok yang kian naik di bulan November sampai Desember. “Rokok favorit saya yang awalnya hargannya 27 ribu, naik menjadi 30 ribu pada akhir tahun. Jangan-jangan harganya masih akan naik di bulan Januari?” kata Dian.
Selain dari perokok, para pedagang rokok pun ikut mengeluhkan di awal kenaikan harga dasar rokok. Masih dari sumber yang sama yakni CNN Indonesia, Fahri salah satu pedagang rokok di Pasar Gandaria, Jakarta Selatan, mengaku jika kenaikan harga rokok membuat ia perlu berpikir lebih keras agar perputaran bisnis kiosnya tetap normal. “Kalau nantinya harga rokok mengalami kenaikan terus menerus, kami sebagai penjual lama-kelamaan ya susah.” ujarnya dengan raut wajah yang memelas.
Apakah Kenaikan Rokok Menyebabkan Jumlah Perokok Menurun?
Akibat kenaikan harga cukai dan batasan harga jual rokok, apakah hal tersebut menyebabkan jumlah perokok (khususnya di Indonesia) mengalami penurunan? Walaupun menurut data dari WHO yang mengatakan jika jumlah perokok di dunia terus mengalami penurunan dikit demi sedikit sejak tahun 2010, jumlah perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan yang sangat signifikan. Berdasarkan fakta di lapangan, merokok pada saat ini bukan lagi menjadi ajang untuk terlihat keren saja, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya pendapat dari seorang analis dari OSO Sekuritas, Sukarno Alatas yang menyebutkan jika kenaikan cukai rokok tidak akan berpengaruh besar terhadap penjualan rokok di Indonesia. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan para perokok yang sudah terikat terhadap rokok akan terus mengkonsumsinya, meskipun harganya semakin tinggi.
Untuk menunjang kebutuhan para industri rokok agar dapat terus memproduksi rokok-rokok yang berkualitas dengan cepat dan efisien, Solo Abadi menawarkan Mesin Light Emboss 210 dan Mesin Light Cigarettes Sliting. Solo Abadi membuat mesin-mesin rokok sesuai dengan kebutuhan industri seiring berjalannya zaman. Mesin rokok yang diproduksi Solo Abadi mempunyai berbagai keunggulan daripada kompetitor lainnya. Keunggulan tersebut seperti bentuk desainnya yang simpel dan elegan. Mesin rokok dari Solo Abadi juga fleksibel sehingga mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan yang terpenting, mesin rokok dari Solo Abadi hemat energi.
Mesin untuk Memproduksi Kode Produksi pada Bungkus Rokok
Mesin Light Emboss 210 merupakan mesin yang digunakan untuk memberi kode produksi atau kode dater pada bungkus rokok.Kode produksi adalah salah satu hal yang penting dicantumkan pada bungkus rokok. Untuk mempercepat dalam mencantumkan kode produksi, Mesin Light Emboss 210 adalah pilihan yang tepat.