Angka stunting tahun 2023 diharapkan turun sejalan dengan gagasan awal pemerintah. Sebelumnya telah disusun wacana untuk upaya penurunan prevalensi kasus stunting sebesar 3% setiap tahunnya. Hal ini dikemukakan dalam Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menkominfo Johnny G. Plate Wamenag Zainut Tauhid, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Kepala KSP Moeldoko, Kepala BPS Margo Yuwono, serta perwakilan Eselon 1 KemenPPPA, Kemensos, Kemendagri, Kemenpupr, Kemendikbudristek, Kementan, Bapennas, Mensesneg, TNP2K, TNI-Polri pada Januari 2022 lalu.
Stunting menjadi salah satu momok yang menyandung wacana Indonesia Generas Emas pada 2045 mendatang. Di mana Indonesia digadang-gadang akan memuncaki bonus demografi penduduk usia produktif. Kasus stunting tentu merupakan masalah apabila tidak segera dituntaskan. Karenanya digelar kerjasama multisektor untuk memberantas stunting di Indonesia sejak tahun 2021.
Pada 2021, hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) mengemukakan bahwa sebanyak 5,33 juta balita atau sebesar 24,4% mengalami stunting. Meski angka yang dicapai merupakan penurunan dari tahun sebelumnya, angka ini masih cukup jauh dari target yang disasar pemerintah yakni sebesar 14% di tahun 2024. Berbagai program sudah dicanangkan untuk mencapai target tersebut.
Lantas apa sebenarnya stunting itu? Mengapa keberadaannya begitu ditakuti dan mengancam Indonesia Generasi Emas 2045? Mari kita ulas bersama!
Apa Itu Stunting?
Stunting menurut WHO merupakan gangguan pertumbuhan atau growth faltering yang disebabkan oleh infeksi berulang dan kekurangan gizi kronis akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat. Lebih lanjut, pada 2020 WHO menyebutkan bahwa kondisi ‘pendek’ dapat dikatakan sebagai stunting apabila panjang atau tinggi badan anak kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO berdasarkan usia.
Adapun selain asupan nutrisi terdapat sejumlah faktor lain yang memantik kondisi stunting, diantaranya adalah:
- Asupan kalori yang tidak cukup
- Kemiskinan
- Pendidikan tentang pemberian makan bagi balita dan stunting yang rendah
- Pengaruh budaya
- Alergi susu sapi
- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
- Gaya hidup dan sanitasi yang buruk
- Penyakit jantung bawaan
- Infeksi kronik dari penyakit-penyakit seperti TBC, difteri, pertussis, dan campak (dapat dicegah dengan imunisasi)
- Ibu hamil mengalami kurang gizi atau Anemia
Karenanya orang tua perlu menaruh perhatian lebih untuk menghindari situasi seperti yang telah disebutkan di atas. Pasalnya keluarga merupakan lingkup terkecil bagi buah hati, pemantauan pertumbuhan dapat dilakukan setiap hari oleh Ayah dan juga Ibu. Meski demikian, persoalan ini tentunya tak bisa selesai hanya dari keluarga saja dalam sekali duduk, perlu kontribusi dari multisektor utamanya program percepatan penurunan stunting dari pemerintah. Apa saja peran pemerintah Indonesia dalam penanganan kasus stunting yang mampu mendorong percepatan penurunan stunting? Berikut adalah penjelasannya!
Penanganan Stunting di Indonesia
Seperti disebutkan, banyak sektor yang dititahkan untuk berkontribusi dalam penanganan stunting di Indonesia. Salah satunya yang menjadi pentolan dalam program ini adalah Kementerian Kesehatan. Kementerian yang membidangi persoalan kesehatan di Indonesia tersebut mencanangkan tiga upaya andalan untuk menuntaskan kasus stunting di Indonesia. Berdasarkan laman Sehat Negeriku dari Kemenkes, berikut adalah tiga upaya kemenkes untuk menurunkan stunting di Indonesia:
- Upaya pertama adalah pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) bagi remaja putri. Program ini sendiri telah dimulai dikemas dengan nama Aksi Bergizi di Sekolah dengan paket intervensi meliputi pemberian TTD mingguan, aktivitas fisik dan konsumsi makanan bergizi seimbang.
- Upaya kedua adalah pemberian TTD (Tablet Tambah Darah), pemeriksaan kehamilan, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil. Program ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan zat besi ibu hamil, sehingga kondisi janin di kandungan juga tetap sehat dan gizinya terpenuhi.
- Upaya ketiga adalah pemberian makanan mengandung protein hewani terhadap anak usia 6-24 bulan. Adapun protein hewani yang dimaksud meliputi telur, ikan, ayam, daging, dan juga susu.
Ketiga upaya di atas disebutkan sebagai upaya yang paling mendesak dan harus segera dilaksanakan. Lebih lanjut, Kemenkes juga menyebutkan bahwa metode pengukuran antropometri dan pemantauan USG penting dilakukan untuk mendeteksi kondisi stunting sejak dini.
Proyeksi Penurunan Angka Stunting tahun 2023 dan 2024
Seperti diketahui angka prevalensi stunting berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 adalah sebesar 21,6%, angka ini mewakili penurunan kasus dari tahun sebelumnya. Pada 2021, angka prevalensi atau jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 24,4%. Artinya terdapat penurunan sebesar 2,8% dari kasus stunting selama satu tahun berjalan. Angka ini hampir mencapai target tahunan yang ditentukan pemerintah yakni sebesar 3% per tahun.
Meski demikian, angka tersebut masih berada di bawah standar WHO (World Health Organization) yakni sebesar 20%. Adapun upaya penurunan stunting telah digalakkan pemerintah Indonesia sejak tahun 2018 sebagai prioritas nasional. Dalam pelaksanaannya terdapat progres yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 4 tahun kasus stunting berhasil diturunkan sebesar 9,2% poin, dari 30,2% pada 2018 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Penetapan penanganan stunting sebagai prioritas nasional membawa perkembangan kasus meningkat satu setengah kali lebih cepat dibandingkan laju penurunan stunting pada periode sebelumnya, 2013–2018. Keberhasilan tersebut berhasil menyelamatkan sebanyak 2,6 juta anak dari kasus stunting. Dari sebanyak 7,3 juta anak stunted pada tahun 2018 menjadi 4,7 juta anak pada tahun 2022.
Baca Juga: Sering Disebut, Apa Arti Prevalensi, Cara Mengukur dan Fungsinya?
Adapun di tahun 2023 pemerintah menargetkan penurunan kasus stunting yang drastis. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa target angka stunting di akhir tahun 2023 harus turun sebesar 3,8% sehingga persentase stunting menjadi 17,8% dengan begitu penurunan stunting hingga 14% pada 2024 dapat tercapai berdasarkan prinsip penurunan prevalensi sebesar 3% per tahun.
Adapun terdapat catatan jumlah angka kasus stunting selama tahun 2023 yang dihimpun oleh DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH – KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Catatan kasus dapat dilihat berdasarkan prevalensi wilayah provinsi yang ada di Indonesia di tautan berikut:
LINK JUMLAH KASUS STUNTING INDONESIA 2023 KEMENDAGRI
Sementara itu, akumulasi final angka prevalensi stunting 2023 biasanya akan dirilis oleh SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) di awal tahun 2024 mendatang.
Untuk menyukseskan program percepatan penurunan stunting tersebut, pemerintah perlu memperhatikan alat ukur antropometri untuk menilai status gizi dengan akurat dan presisi. Berikut adalah rekomendasi alat ukur antropometri untuk mencegah stunting secara akurat:
Rekomendasi Alat Ukur Antropometri untuk Cegah Stunting Terbaik
Antropometri Kit – SK TKDN produksi PT Solo Abadi Indonesia merupakan paket alat ukur antropometri untuk mendeteksi stunting sejak anak usia batita. Paket ini terdiri atas Stadiometer Portable, Infantometer Board, Timbangan Dewasa Digital, Timbangan Bayi Digital, Pita LILA dan juga Tas Antropometri. Spesifikasi dari antropometri Kit – SK 17 telah disesuaikan dengan KMK HK 01.07/MENKES/1919/2022 mengenai spesifikasi lengkap paket antropometri kit. Timbangan Bayi dan juga Timbangan Dewasa Digital dari Solo Abadi telah terrhubung dengan aplikasi MetrisisApp yang dapat diunduh di Google Play Store.
Kontak Kami untuk Pemesanan Produk Antropometri
Dapatkan dan pesan alat ukur antropometri dengan harga terbaik dari Solo Abadi dengan mengisi ask for price yang tersedia. Anda juga dapat terhubung secara langsung melalui WhatsApp, kami siap untuk menghubungi anda segera.